JAKARTA, KOMPAS — Belum genap dua tahun diterapkan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimohonkan untuk uji materi oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia karena dinilai bertentangan dengan konstitusi dan tidak memberi keleluasaan bagi berjalannya otonomi daerah. UU itu juga dianggap tidak memberikan kesejahteraan kepada daerah lantaran sejumlah pos penting di bidang sumber daya alam justru dikelola oleh pemerintah pusat.
Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Senin (21/3), di Jakarta, pemerintah menyebut gugatan itu mencerminkan sikap daerah yang tidak tepat memahami otonomi daerah. Poin-poin keberatan yang dikemukakan Apkasi dibantah pemerintah.
"Otonomi daerah bukan sekadar gerakan desentralisasi yang membagi-bagi apa yang dulu di pusat agar ter-daerah-isasi, melainkan sebuah gerakan yang menjadi bagian dari upaya besar pembaruan menuju tata pemerintahan yang lebih baik," kata Suhajar Diantoro, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, saat membacakan keterangan pemerintah.
Kuasa hukum pemohon, Andi Syafrani, melihat keberadaan UU Pemda justru mengebiri konstitusi yang mengakui adanya otonomi daerah.
"Banyak peraturan daerah yang dibuat bupati kini bisa dibatalkan pemerintah pusat melalui gubernur karena dinilai tidak sesuai dengan program pemerintah pusat. Hal ini menghilangkan independensi pemerintahan daerah. Pemerintah daerah juga tidak bisa melaksanakan fungsi pengelolaan sumber daya alam sehingga berimplikasi terhadap sumber pendapatan dan keuangan daerah," tuturnya.
Apkasi mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 9, Pasal 16 Ayat (1), dan Pasal 251 UU Pemda. Pasal itu mengatur pembagian pemerintah secara kategoris, yakni absolut, konkruen, dan pemerintah pusat; norma, standar, prosedur, dan kriteria pembinaan serta pengawasan terhadap pemda oleh pemerintah pusat; serta pembatalan perda oleh gubernur dan menteri.
Atas permasalahan itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebut, pembagian kewenangan yang tidak jelas antara pemerintah kota/kabupaten dan pemerintah provinsi dan pusat menyebabkan terjadinya "rebutan rezeki".
"Pada intinya, kan, keberatan atas UU Pemda ini karena tiga bidang sumber daya alam, yakni kehutanan, kelautan, dan energi sumber daya alam, dikuasai pemerintah pusat. Hal ini membuat rasa ketidakadilan timbul di antara pemerintah daerah," katanya.
Di sisi lain, penguasaan pemerintah pusat terhadap tiga bidang itu bisa dimaklumi. Sebab, sebelum UU Pemda hadir, daerah memiliki kewenangan luas untuk mengatur sumber daya alamnya sehingga tidak jarang terjadi penyalahgunaan.
Terkait dengan hal itu, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menganjurkan perlunya dicari jalan keluar agar otonomi daerah bisa berkembang, tetapi pengelolaan sumber daya alam tetap terkendali dan dipastikan memberikan kesejahteraan kepada rakyat daerah bersangkutan.
(REK/WHO/RAM)
Sumber : http://print.kompas.com/baca/2016/03/22/Apkasi-Minta-UU-Pemda-Dibatalkan